Tanpa Kepastian Hukum KPU Disebut dalam Penetapan Peserta Pilpres 2024

Tanpa Kepastian Hukum KPU Disebut dalam Penetapan Peserta Pilpres 2024

Kepastian Hukum – Komisi Pemilihan Umum (KPU) di katakan terburu-buru dalam mengidentifikasi dan menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden peserta Pilpres 2024 tanpa adanya kepastian hukum.

Hal itu di ungkapkan Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (UNUSIA) sekaligus penggugat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang kini tengah di periksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat di hubungi, Brahma mengatakan: “Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkesan terburu-buru (menetapkan paslon presiden dan wakil presiden) tanpa memberikan penjelasan yang dapat di terima masyarakat, padahal salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah kepastian hukum.” Pada Kamis (16/11/2023).

Brahma mengatakan, asas kepastian hukum menjadi hal yang di abaikan KPU saat menentukan peserta Pilpres 2024 pada Senin, 13 November 2023.

Salah satu calon wakil presiden yang di tetapkan KPU, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, baru bisa mencalonkan diri setelah Mahkamah Konstitusi menyetujui perkara usia minimum calon presiden dan wakil presiden pada 16 Oktober 2023. Putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan anak dari kakak mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Othman itu, saat ini baru berusia 36 tahun.

Tanpa Kepastian Hukum KPU Disebut dalam Penetapan Peserta Pilpres 2024

Pada putusan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menambahkan frasa baru pada Pasal 169 huruf F Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang usia minimal calon Presiden dan Wakil Presiden. Berusia minimal 40 tahun “atau sedang memegang/memegang jabatan terpilih melalui pemilu, termasuk pemilu provinsi,” bunyi kalimat tersebut. Keputusan ini menjadi dasar Uni Demokratik Kurdistan menunjuk Gibran untuk mengikuti pemilihan presiden pada 2024.

Namun, menurut Brahma, putusan MK yang membuka jalan bagi Gibran memiliki legitimasi kepastian hukum yang lemah. Sebab, Dewan Kehormatan MK atau MKMK membuktikan adanya pelanggaran etik berat dalam proses pertimbangan perkara batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

“Motivasi putusan MK adalah campur tangan pihak luar MK, konflik kepentingan, dan fenomena tekanan di kalangan hakim Knesset,” kata Brahma.

Selain itu, Brahma juga menyebut masih terdapat ketidak kepastian hukum dalam putusan MK karena tidak menyebutkan secara spesifik jabatan yang di maksud dengan frasa “di pilih melalui pemilu, termasuk pemilu daerah”.

Dalam gugatannya yang kini tengah di pertimbangkan Mahkamah Konstitusi, Brahma mengusulkan perubahan frasa menjadi lebih spesifik, yakni khusus untuk jabatan gubernur saja.

Brahma menyatakan, pihaknya berharap MK bisa memeriksa dan memutus perkara yang di ajukannya dengan cepat. Katanya, hal itu bertujuan memperkuat legitimasi pemilu 2024. Namun, setelah KPU menetapkan peserta Pilpres 2024, Brahma mengaku tetap menghormati keputusan tersebut.

“Prinsipnya kami menghormati keputusan hukum yang di ambil KPU,” kata Brahma.

Namun, Brahma mengatakan banyak dampak yang di timbulkan akibat tidak sahnya aturan yang di jadikan dasar penetapan calon presiden dan wakil presiden oleh KPU.

“Dampak nyata yang terlihat saat ini adalah banyak masyarakat yang mengajukan banding atas hasil putusan KPU ke Mahkamah Agung (MA), PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), Bauslu (Badan Pengawas Pemilu), bahkan ke PN (Daerah). Pengadilan).Ekspresinya.

Tanpa Kepastian Hukum KPU Disebut dalam Penetapan Peserta Pilpres 2024

Gugatan Kepastian Hukum KPU Terkait Penetapan Peserta Pilpres 2023

Gugatan uji formil terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh sejumlah pihak, antara lain:

  • Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno
  • Kelompok Masyarakat Peduli Pemilu (KPMP)
  • Forum Komunikasi Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi Indonesia (FKDHTNUKI)

Gugatan tersebut diajukan dengan alasan bahwa putusan MK tersebut bertentangan dengan Pasal 221 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden harus berusia paling rendah 35 tahun.

Gugatan tersebut masih dalam proses persidangan di MK. Putusan MK terkait gugatan tersebut diperkirakan akan dibacakan pada bulan Desember 2023.

Jika putusan MK membatalkan putusan sebelumnya, maka KPU harus mencabut penetapan pasangan calon yang sudah dilakukan. Hal ini karena penetapan pasangan calon tersebut didasarkan pada putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang belum berkekuatan hukum tetap.

Pencabutan penetapan pasangan calon tersebut akan berdampak pada proses Pemilu 2024. Pasangan calon yang dicabut penetapannya tidak dapat mengikuti Pemilu 2024.

Tanpa Kepastian Hukum KPU Disebut dalam Penetapan Peserta Pilpres 2024

Dampak dari Kepastian Hukum KPU Terkait Penetapan Peserta Pilpres 2023

Pencabutan penetapan pasangan calon yang berusia di bawah 40 tahun akan berdampak pada proses Pemilu 2024. Dampak tersebut antara lain:

  • Berkurangnya jumlah pasangan calon yang mengikuti Pemilu 2024.
  • Munculnya peluang bagi pasangan calon yang berusia di atas 35 tahun untuk mengikuti Pemilu 2024.
  • Meningkatkan persaingan antar pasangan calon yang berusia di atas 35 tahun.
Author: Sulastri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *