Batas Usia – Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) melaporkan kasus kebocoran informasi terkait keputusan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden ke Bareskrim Polri.
Laporan tersebut di buat oleh Kuasa Hukum P3K, Madika Ramadani, yang terdaftar dengan Nomor: LP/B/356/XI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 8 November 2023.
Terkait bocornya rapat pembahasan hakim Mahkamah Konstitusi (RPH), kami selaku Kuasa Hukum Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu mewakili masyarakat Indonesia dalam menyampaikan laporan polisi, kata Medika dalam keterangannya Kamis (11/9/2023).
Pembocoran informasi tersebut di nilai melanggar ketentuan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 100 Tahun 2009 tentang Pengaturan Dunia Usaha. UU (Undang-Undang) Nomor 24 Tahun 2003 di ubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi serta kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 112 Joe. Pasal 322 KUHP.
Maidika pun mengutarakan tujuannya menyusun laporan polisi ini agar perbuatan yang menimbulkan kegaduhan dan menimbulkan kegaduhan masyarakat tidak terulang kembali.
Ia menambahkan: “Agar penegakan hukum dengan mencari pelakunya di kemudian hari agar RPH (Rapat Pembahasan Hakim) Mahkamah Konstitusi tidak bocor dan tidak terulang kembali.”
Baca Juga : Capres-Cawapres 2024 Di sebutkan KPU Sudah Komitmen Tak Tarik Pencalonan
Lebih lanjut, laporan polisi ini di harapkan dapat memberikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi.
Di beritakan sebelum nya, Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada 9 hakim Knesset terkait kebocoran informasi RPH (Rapat Pembahasan Hakim)
“Kami putuskan hakim-hakim tersebut secara bersama-sama terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tercantum dalam Sapta Karsa Hutama, yaitu asas kesesuaian dan kepatutan,” kata Ketua MKMK Gimli Siddiqui baru-baru ini.
Dugaan Informasi Batas Usia Lapor ke Bareskrim
Dalam laporannya, Masyarakat Pemilu menduga bahwa informasi putusan MK bocor karena adanya unsur kesengajaan. Dugaan ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain:
- Putusan MK yang kontroversial, yaitu membuka peluang bagi kepala daerah di bawah usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres.
- Putusan MK yang keluar hanya beberapa hari sebelum batas akhir pendaftaran capres-cawapres.
- Adanya kedekatan antara pemohon uji materi dengan salah satu calon presiden yang berusia di bawah 40 tahun.
Masyarakat Pemilu meminta Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas kasus bocornya informasi putusan MK tersebut. Jika terbukti ada unsur kesengajaan, maka kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Pelaporan kasus bocornya informasi putusan MK ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa KPK akan bekerja sama dengan Polri untuk mengusut kasus ini.
“Dengan Bareskrim Polri, maka KPK akan bekerja sama dalam mengusut kasus terkait informasi putusan MK yang telah bocor mengenai batas usia capres-cawapres,” kata Firli dalam keterangannya.
Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa MK akan membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini. “Dalam mengusut kasus ini akan maka tim khusus di bentuk oleh MK,” kata Anwar dalam keterangannya.
Kasus bocornya informasi putusan MK ini menjadi sorotan publik karena berpotensi menimbulkan dugaan konflik kepentingan. Jika terbukti ada unsur kesengajaan, maka kasus ini dapat menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia.
Pemantauan Kasus Batas Usia ke Bareskrim
Kasus bocornya informasi putusan MK terkait batas usia capres-cawapres masih dalam tahap penyelidikan. Bareskrim Polri telah memeriksa beberapa saksi, termasuk para pemohon uji materi, hakim MK, dan pejabat KPU.
Masyarakat Pemilu juga terus memantau perkembangan kasus ini. Mereka berharap agar kasus ini dapat diusut secara transparan dan adil, serta dapat memberikan kepastian hukum bagi publik.
Kasus bocornya informasi putusan MK terkait batas usia capres-cawapres merupakan peringatan bagi kita semua agar tetap waspada terhadap potensi terjadinya korupsi dan konflik kepentingan dalam penyelenggaraan pemilu. Kita perlu terus mengawal proses demokrasi di Indonesia agar tetap berjalan secara transparan, adil, dan jujur.
Kita juga perlu mendukung upaya penegak hukum dalam mengusut kasus ini secara tuntas. Kita berharap agar kasus ini dapat memberikan kepastian hukum bagi publik dan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.