Ketua MPR RI Ajak Alumni BEM Bangun Literasi Politik Pemuda Jelang Pemilu

Ketua MPR RI Ajak Alumni BEM Bangun Literasi Politik Pemuda Jelang Pemilu

Capres2024.online, Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan tingginya komposisi demografi si kecil muda ketika ini berakibat pada besarnya jumlah pemilih mula baru dalam Pemilu 2024 akan datang. Sebab itu dia memperkenalkan pemilih pemula memerlukan literasi politik yang memadai.

Ketika menghadiri pelantikan Dewan Pimpinan Sentra Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (DPP FA-BEM), Ketua MPR RI Bamsoet mengucapkan Badan Sentra Statistik (BPS). Yang mencatat jumlah pemuda pada akhir tahun 2022 tercatat sekitar 65,82 juta, atau sepadan 24 persen dari sempurna populasi.

Penambahan pemilih muda pada Pemilu 2024 di perkirakan menempuh 20 persen dari Pemilu 2019. Sampai Februari 2023, tercatat jumlah pemilih mula menempuh 117 juta pemilih, atau sekitar 57,3 persen dari sempurna pemilih.

Baca Juga : Elektabilitas Prabowo Subianto di Survei LSI Denny JA Terus Naik

Survei Aksara Research and Consulting pada akhir tahun 2022 juga memperkirakan antusiasme pemuda untuk berpartisipasi di Pemilu 2024 yang cukup tinggi, menempuh 70,7 persen. Di perkirakan cuma ada 5,1 persen yang tak akan memakai hak pilihnya.

Di sisi lain, sekitar 24,2 persen koresponden masih belum menetapkan sikap. Bamsoet menambahkan jumlah ‘massa mengambang’ yang cukup tinggi ini akan amat tergantung pada dinamika politik ke depan.

“Artinya, suara generasi muda sangat menentukan hasil Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Banyaknya pemilih pemula ini tentunya membutuhkan literasi politik yang memadai. Agar mempunyai kesadaran dan pemahaman dalam menentukan pilihan politik,” ungkap Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

“Karena itu, kehadiran Dewan Pimpinan Pusat Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (DPP FA-BEM) di bawah pimpinan Ketua Umum Zainudin Arsyad dan Sekjen Rafli Maulana, menjadi sangat relevan. Tidak hanya sekadar menjadi ajang silaturahmi alumni. Melainkan juga sebagai wadah berpikir para intelektual untuk meningkatkan literasi politik generasi muda,” terangnya.

Bamsoet bahkan minta Alumni BEM kapabel berperan membangun literasi politik generasi muda supaya tak gampang di adu domba dan di pecah belah demi kepentingan politik sesaat.

Dengan luasnya jaringan yang di miliki, dia mengevaluasi organisasi kepemudaan bisa membangun sinergi dan kolaborasi untuk menghadirkan narasi-narasi yang sehat dan konstruktif demi mewujudkan Pemilu tentram dan senang.

“Kehadiran FA-BEM juga harus menjadi penegasan bahwa perjuangan generasi muda dan kaum intelektual untuk memajukan kehidupan bangsa. Tidak boleh terhenti dan di batasi oleh status keanggotaan dalam sebuah organisasi kemahasiswaan kampus,” ujarnya.

“Pengalaman, ujian, dan tempaan yang telah di hadapi ketika masih menjadi aktivis BEM kampus, merupakan modal penting untuk terus berkontribusi sebagai sumber daya pembangunan melalui organisasi FA-BEM,” imbuhnya.

Wakil Ketua Biasa Partai Golkar ini membeberkan beberapa besar pemuda di Indonesia mempunyai latar belakang pengajaran tingkat menengah ke bawah. BPS mencatat pada tahun 2022, jumlah Alumni SMA sebesar 39,6 persen dan Alumni SMP sebesar 35,78 persen.

Sementara itu, Alumni perguruan tinggi cuma menempuh 10,97 persen. Menurutnya, jikalau tak di sikapi dengan arif, situasi ini sedikit banyak akan memberi pengaruh gradasi dalam kwalitas alternatif politik generasi muda.

“Tingginya antusiasme pemuda untuk berpartisipasi pada Pemilu 2024, tidak serta merta berbanding lurus dengan minat mereka untuk bergabung dengan partai politik,” tutur Bamsoet.

Dia mengatakan sebuah survei menonjolkan cuma 13,6 persen pemuda yang menyuarakan berminat bergabung dengan partai politik. Tetapi cuma 1,1 persen yang telah benar-benar berafiliasi dengan partai politik.

Baca Juga : PBB Bakal Deklarasi Dukung Prabowo Capres 2024

“Mengindikasikan masih kuatnya perspektif atau stigma negatif pemuda dalam memaknai eksistensi partai politik,” tambahnya.

Bamsoet mengevaluasi literasi politik mayoritas pemuda bahkan masih belum ‘mapan’. Pasalnya, narasi kepada politik lebih banyak di susun dan di beri pengaruh oleh sumber ‘sekunder’, seperti media sosial.

Menurutnya, hal ini menonjolkan peran partai politik ataupun organisasi sosial kemasyarakatan belum maksimal dalam melakukan pengajaran politik terhadap generasi muda.

“Masih ada paradigma yang memandang keterlibatan pemuda pada Pemilu, sekadar di kaitkan dengan dorongan untuk meningkatkan partisipasi politik. Pemuda hanya di maknai sebagai obyek untuk menghimpun suara. Jarang sekali di kaitkan dengan potensinya sebagai bagian dari solusi untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas,” paparnya.

Author: Sulastri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *